Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelligence (AI) telah menjadi salah satu teknologi yang semakin berkembang pesat di berbagai sektor, termasuk dalam pembangunan Indonesia. Namun, seiring dengan perkembangannya, risiko yang terkait dengan AI juga perlu diantisipasi dengan baik.
Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate, “Penggunaan AI dalam pembangunan harus diawasi dengan ketat untuk mencegah risiko-risiko yang dapat terjadi, seperti kehilangan kontrol terhadap teknologi atau keputusan yang tidak etis.”
Salah satu risiko yang perlu diantisipasi dalam penggunaan AI adalah kekhawatiran akan penggantian pekerja manusia oleh mesin. Menurut data dari World Economic Forum, diperkirakan sekitar 54% pekerja di Indonesia berisiko kehilangan pekerjaan akibat otomatisasi dan AI.
Untuk mengantisipasi risiko tersebut, pakar AI dari Universitas Indonesia, Prof. Budi Rahardjo, menekankan pentingnya peningkatan keterampilan dan pengetahuan bagi tenaga kerja Indonesia. Menurutnya, “Kita harus terus mengembangkan keterampilan yang tidak dapat digantikan oleh mesin, seperti kreativitas, empati, dan kemampuan berpikir kritis.”
Selain itu, perlu juga adanya regulasi yang jelas terkait dengan penggunaan AI dalam pembangunan. Menurut CEO AI Indonesia, Andi Boediman, “Regulasi yang baik akan membantu mengarahkan penggunaan AI yang bertanggung jawab dan etis, serta melindungi hak-hak konsumen dan pekerja.”
Dengan demikian, mengantisipasi risiko kecerdasan buatan dalam pembangunan Indonesia membutuhkan kerjasama antara pemerintah, dunia pendidikan, dan sektor swasta. Hanya dengan langkah-langkah yang tepat, Indonesia dapat memanfaatkan potensi AI secara maksimal tanpa meninggalkan risiko yang dapat merugikan masyarakat.